TRENGGALEK – Masalah parkir liar dan pedagang kaki lima yang menduduki trotoar merupakan tantangan klasik perkotaan yang memerlukan pendekatan komprehensif. Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Trenggalek mengambil langkah strategis dengan menggabungkan penegakan aturan dan penyediaan solusi alternatif untuk mengatasi permasalahan ini.
Akar Masalah dan Dampaknya Parkir liar dan pedagang kaki lima yang menggunakan trotoar sebagai tempat usaha menciptakan efek domino yang merugikan berbagai pihak. Trotoar yang seharusnya menjadi jalur aman bagi pejalan kaki berubah fungsi menjadi area komersial, memaksa pejalan kaki turun ke jalan raya dan meningkatkan risiko kecelakaan.
Dampak yang ditimbulkan meliputi:
– Gangguan mobilitas pejalan kaki dan pengguna jalan
– Penurunan keamanan lalu lintas
– Ketidaktertiban visual kawasan perkotaan
– Potensi konflik sosial antara pengguna jalan dan pedagang
Strategi Penertiban Terpadu
Mulai 17 September 2025, Dishub Trenggalek mengimplementasikan operasi penertiban besar-besaran dengan fokus pada beberapa area prioritas. Plt Kepala Dishub Trenggalek, Agus Dwi Karyanto, menjelaskan bahwa pendekatan yang diambil tidak hanya bersifat represif, tetapi juga edukatif dan solutif.
Titik-titik Prioritas Penertiban:
– Area depan BCA Trenggalek
– Zona pintu keluar-masuk Jwalita
– Ruas Jalan Panglima Sudirman
– Kawasan trotoar dengan konsentrasi pedagang tinggi
Solusi Alternatif yang Disediakan. Sebagai bagian dari pendekatan yang berkelanjutan, pemerintah daerah telah menyiapkan fasilitas parkir alternatif untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat:
Lokasi Parkir Gratis:
– Kompleks Jwalita
– Pasar Pon
– Terminal Durenan
– Kawasan wisata Prigi 360
Fasilitas Parkir Berlangganan: Dishub juga menyediakan sistem parkir berlangganan resmi di ruang jalan yang telah ditentukan, memberikan kepastian hukum bagi pengguna.
Pendekatan Partisipatif
Program penertiban ini mengadopsi prinsip keterlibatan masyarakat. Dishub mengajak warga untuk berpartisipasi aktif dalam mengawasi dan melaporkan praktik parkir liar atau penyalahgunaan trotoar. Mekanisme pelaporan yang mudah diakses diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan.
Pembelajaran untuk Daerah Lain. Inisiatif Trenggalek ini dapat menjadi model bagi daerah lain dalam mengatasi masalah serupa.
Beberapa pelajaran penting yang dapat diambil:
1. Pendekatan Holistik Penertiban tidak hanya fokus pada tindakan represif, tetapi dibarengi dengan penyediaan solusi alternatif yang memadai.
2. Komunikasi Publik yang Jelas. Sosialisasi program dan penyampaian informasi yang transparan kepada masyarakat membantu mengurangi resistensi dan meningkatkan dukungan.
3. Keterlibatan Masyarakat Mengajak partisipasi aktif warga dalam pengawasan menciptakan rasa kepemilikan bersama terhadap ruang publik.
4. Konsistensi Penegakan Komitmen untuk menindaklanjuti setiap laporan masyarakat menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menegakkan aturan.
Tantangan dan Antisipasi
Meskipun sudah dipersiapkan dengan matang, program ini tetap menghadapi beberapa tantangan potensial:
– Resistensi dari pedagang dan juru parkir liar, yang kehilangan sumber pendapatan
– Kebutuhan pengawasan berkelanjutan, untuk memastikan tidak ada pelanggaran baru
– Koordinasi dengan berbagai stakeholder, untuk menjaga konsistensi penerapan
Harapan ke Depan
Program penertiban ini diharapkan tidak hanya mengembalikan fungsi trotoar dan jalan sebagaimana mestinya, tetapi juga menciptakan budaya tertib berlalu lintas yang berkelanjutan. Keberhasilan program ini akan sangat bergantung pada konsistensi penegakan aturan dan dukungan aktif masyarakat.
Pesan Edukatif:
Ruang publik seperti trotoar dan jalan raya memiliki fungsi spesifik yang harus dihormati oleh semua pihak. Ketika fungsi ini berubah karena kepentingan ekonomi jangka pendek, dampak negatifnya akan dirasakan oleh seluruh masyarakat dalam jangka panjang. Oleh karena itu, kesadaran kolektif untuk menjaga fungsi ruang publik menjadi kunci keberhasilan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
“Program penertiban Dishub Trenggalek menunjukkan bahwa solusi efektif untuk masalah perkotaan memerlukan keseimbangan antara penegakan hukum dan penyediaan alternatif yang memadai, serta partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.” Pungkasnya (ji/red)