TRENGGALEK – Dalam drama birokrasi yang mencengangkan, masyarakat Kabupaten Trenggalek kembali menjadi korban kegagalan sistem pemerintahan yang tak kunjung berbenah. Meski telah berhutang Rp 250 miliar dan berencana pinjam lagi Rp 56 miliar kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), terancam gagal dan berdampak lima ruas jalan strategis yang dinanti-nantikan warga tetap berupa angan-angan belaka.
Kelalaian atau Ketidakmampuan? PUPR Bisu Seribu Bahasa
Pertanyaan mendasar kini mengemuka: apakah ini murni kelalaian ataukah cerminan ketidakmampuan SDM Dinas PUPR yang tidak memadai? Hingga pertengahan September 2025, fakta mencengangkan terungkap, Dinas PUPR sama sekali belum menyerahkan satu lembar pun dokumen lelang kepada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa hingga rencana pinjam 56 miliar untuk 5 ruas jalan terancam gagal.
Kepala Bagian Pengadaan Barang dan Jasa LPSE Trenggalek, Suprihadi, dengan nada frustrasi menegaskan: “Berkasnya juga belum ada yang melimpah ke kami.” Pernyataan singkat ini bagaikan tamparan keras bagi kredibilitas Dinas PUPR yang seolah tidur dalam tugas.
Alasan Klise: Topografi Ekstrem vs Realita Mismanajemen
Yang lebih menggelitik, Dinas PUPR berdalih menahan dokumen karena faktor cuaca dan topografi Trenggalek yang ekstrem. Alasan ini terdengar seperti lelucon di tengah penderitaan rakyat yang setiap hari harus bergelut dengan jalan berlubang dan akses yang sulit.
“Kalau dipaksakan, saat konstruksi nanti kita akan berhadapan dengan musim penghujan,” ungkap Suprihadi menjelaskan logika PUPR. Namun, bukankah perencanaan matang seharusnya sudah memperhitungkan faktor musiman ini sejak awal?
Lima Titik Strategis yang Terkatung-katung
Proyek ambisius yang kini terkatung-katung meliputi:
– Kedunglurah–Gandusari: Akses vital yang tetap terjebak dalam mimpi
– Sugihan–Kebon: Harapan yang pupus di tengah jalan
– Wonorejo–Sebo: Janji kosong yang terus bergulir
– Dongko–Kampak: Impian yang tertunda tanpa kepastian
– Bungur–Bangun (Kecamatan Munjungan): Rencana yang terkubur dalam birokrasi
Matematika Kegagalan: Rp 56 Miliar Menganggur
Dari total pinjaman khusus Rp 56 miliar telah disiapkan untuk perbaikan jalan. Angka fantastis ini kini hanya menjadi beban keuangan daerah tanpa memberikan manfaat nyata kepada masyarakat. Sementara bunga pinjaman terus berjalan, kondisi infrastruktur tetap memperihatinkan.
Korban Terbesar: Rakyat yang Terus Menderita
Kegagalan sistemik ini meninggalkan masyarakat dalam ketidakpastian berkepanjangan. Mereka yang setiap hari berjuang melintasi jalan rusak kini harus menelan kekecewaan yang berulang.
Akankah ini menjadi pola yang terus berulang? Utang menumpuk, janji bertebaran, namun realisasi nihil. Masyarakat Trenggalek pantas mendapat jawaban tegas: kapan tepatnya mereka bisa merasakan manfaat dari utang ratusan miliar yang kini membebani APBD?
Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus ini menuntut evaluasi menyeluruh terhadap:
1. Kompetensi SDM, di Dinas PUPR Trenggalek
2. Sistem perencanaan, yang terbukti gagal
3. Mekanisme pengawasan, yang tampak absen
4. Pertanggungjawaban, atas pemborosan anggaran
Rakyat Trenggalek tidak butuh alasan, mereka butuh “HASIL NYATA”. Sudah saatnya birokrasi yang gagal ini berbenah atau diganti dengan yang lebih kompeten.(ji/red)