TRENGGALEK – Malam itu, di tengah keheningan pengajian Maulid Nabi di KSU Sumber Makmur, Desa Masaran, Munjungan, terdengar suara yang bergetar dari seorang pemimpin muda. Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin atau akrab disapa Mas Ipin, tidak lagi berbicara sebagai kepala daerah yang berkuasa, melainkan sebagai anak bangsa yang tulus ingin berbagi beban dengan rakyatnya.
Dalam keheningan malam yang diwarnai lantunan sholawat, Mas Ipin memulai dengan sebuah permintaan maaf yang tulus.
“Maafkan saya, jika dalam kepemimpinan ini masih banyak kekurangan,” katanya dengan suara yang penuh kerendahan hati.
Di mata para hadirin, tampak seorang pemimpin yang tidak gengsi mengakui keterbatasannya.
Ketika Angka Berbicara Lebih Keras dari Janji
Yang membuat hati para hadirin tersentuh adalah kejujuran Mas Ipin dalam memaparkan realita yang dihadapi daerahnya. Dengan terang-terangan, ia menyampaikan kondisi keuangan daerah yang jauh dari cukup.
“PBB-P2 yang kita terima hanya Rp 22 miliar,” ungkapnya dengan nada yang penuh keprihatinan.
“Sementara kebutuhan untuk memperbaiki jalan-jalan rusak akibat bencana mencapai Rp 300 miliar.” jelasnya dengan nada yang polos
Angka-angka itu bukan sekadar statistik dingin, melainkan cerminan dari pergulatan seorang pemimpin yang ingin memberikan yang terbaik namun terbatas oleh realita. Bayangkan, untuk setiap rupiah yang masuk, dibutuhkan lebih dari sepuluh kali lipat untuk mengatasi masalah yang ada.
Sebuah Harapan yang Sederhana namun Bermakna
Dalam momen yang paling menyentuh, Mas Ipin menyampaikan sebuah paradoks yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh banyak orang.
“Ketika nanti jalan sudah baik, yang melintas adalah kendaraan berplat luar Trenggalek. Tapi yang merasakan manfaatnya bukan warga Trenggalek,” katanya dengan nada yang penuh ironi.
Kalimat sederhana itu menyimpan makna yang mendalam. Setelah perjuangan keras memperbaiki infrastruktur dengan keterbatasan anggaran, justru orang lain yang lebih banyak merasakan manfaatnya, sementara pajak dari kendaraan tersebut mengalir ke daerah lain.
Solusi Kreatif dari Hati yang Peduli
Mas Ipin tidak berhenti pada keluhan. Dengan kreativitas dan kepedulian, ia menghadirkan solusi yang win-win. Kebijakan membebaskan biaya balik nama kendaraan hingga Desember 2024, bahkan disertai undian berhadiah motor, bukan sekadar gimmick politik.
“Ini adalah bentuk apresiasi kepada warga yang mau berbagi dalam membangun daerah,” jelasnya.
“Bayar pajak kendaraan bermotor, bisa mendapat motor,” tambahnya dengan senyum yang tulus.
Pembelajaran dari Seorang Pemimpin Muda
Malam itu, para hadirin tidak hanya mendengar ceramah dari KH. Anwar Zahid, tetapi juga mendapat pelajaran berharga tentang kepemimpinan dari Mas Ipin. Mereka melihat bagaimana seorang pemimpin sejati tidak pernah malu untuk:
– Meminta maaf, atas kekurangan yang ada
– Berbagi beban, dengan rakyatnya secara transparan
– Mencari solusi kreatif dari keterbatasan yang ada
– Melibatkan masyarakat sebagai bagian dari solusi
Pesan di Balik Curahan Hati
Curahan hati Mas Ipin di malam pengajian Maulid itu bukan sekadar laporan keuangan daerah. Lebih dari itu, ia menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati bukanlah tentang kekuasaan atau prestise, melainkan tentang keberanian untuk jujur, rendah hati, dan bersama-sama mencari jalan keluar.
Di era dimana banyak pemimpin terjebak dalam retorika kosong dan janji-janji muluk, Mas Ipin memilih jalan yang berbeda. Ia memilih untuk berbagi beban, bukan menyembunyikannya. Memilih untuk mengajak berkontribusi, bukan hanya menerima keluhan.
Malam itu, di tengah doa dan sholawat untuk Nabi Muhammad SAW, para hadirin tidak hanya berdoa untuk kebaikan pemimpin mereka, tetapi juga merasakan kedekatan dengan seorang pemimpin yang tidak gengsi untuk berkata
“Mari kita berjuang bersama”, ajaknya sambil melempar senyuman khasnya.
Semoga curahan hati yang tulus itu menjadi awal dari perubahan yang lebih baik untuk Trenggalek, dan menjadi inspirasi bagi para pemimpin lainnya.(ji/red)