Jawa Timur, indonesiatodays.net – Pihak BPBD Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan pemetaan wilayah yang menjadi titik rawan kebakaran lahan hutan sebagai upaya pencegahan kebakaran lahan akibat fenomena El Nino yang menyebabkan kekeringan.
Kepala Pelaksana BPBD Jatim, Gatot Soebroto, mengatakan bahwa daerah yang ditetapkan rawan kebakaran adalah bekas lahan hutan yang pernah terbakar pada tahun 2022 kemarin. Ada tujuh daerah yang menjadi titik rawan, dengan yang paling tinggi adalah di Situdondo dengan 33 titik rawan, disusul kabupaten Madiun dengan 17 titik rawan dan kabupaten Jombang dengan 15 titik rawan. Selain itu, ada juga Pasuruan, Pamekasan, Kediri, dan Bojonegoro.
Sebagai langkah antisipasi mencegah kebakaran lahan di musim kering, pihak BPBD Jatim telah melakukan koordinasi dengan seluruh BPBD kabupaten/kota. Sejumlah langkah pun telah disiapkan, antara lain membuka posko kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), melakukan komunikasi dengan instansi terkait seperti TNI, Polri, Perhutani dan Dinas Kehutanan serta relawan pecinta lingkungan.
Selain itu, pihak Pemprov juga menyiapkan SK Siaga Darurat Karhutla guna mengantisipasi apabila akan dilakukan Teknologi Modifikasi Cuaca.
Sementara itu, kepada indonesiatodays.net Kepala Dinas Perhutanan Jatim, Jumadi, mengatakan, pada awal bulan Mei besok pihaknya akan menyelenggarakan apel kesiapsiagaan menghadapi musim kering dan antisipasi kebakaran hutan.
Menurut Jumadi, tingkat kebakaran hutan di Jatim terus mengalami penurunan sejak tahun 2019. Pada tahun tersebut terjadi kebakaran hutan seluas 7.550,09 hektare atau 0,55 persen, kemudian 2020 seluas 940,14 hektare atau 0,07 persen, 2021 seluas 466 hektare atau 0,03 persen dan 2022 seluas 399 hektare atau 0,028 persen. Total ada 767 relawan pengendalian Karhutla yang tersebar di sejumlah titik se-Jatim. Ratusan relawan itu tergabung dari berbagai komunitas lingkungan, yang didukung UPT Tahura Raden Soerjo, TNI dan Polri.
Jumadi menganggap bahwa tingkat kewaspadaan dalam mengantisipasi kebakaran lahan hutan harus diterapkan di semua wilayah. “Semua kita mengambil porsi intensitas yang sama, jadi kita memiliki SOP yang sama jadi tidak bisa diabaikan intensitas kerawanannya,” jelasnya. (len)