TRENGGALEK,Indonesiatodays – Apakah pimpinan pondok pesantren Mamba’ul Hikam Kampak Trenggalek Supar alias Imam Syafi’i terdakwa kasus setubuhi santriwati hingga melahirkan bayi laki-laki bebas dari jeratan hukum ? Semua akan ditentukan oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri Trenggalek lewat pembacaan putusan atau vonis.
Juru bicara PN Trenggalek, Revan Timbul Hamonangan, menuturkan, Supar akan menjalani sidang pembacaan putusan atau vonis pada Kamis (27/2/2025).
“Sidang putusan dijadwalkan besok hari Kamis tanggal 27 Februari 2025,” kata Revan, Rabu (26/2/2025).
Untuk sidang pembacaan putusan akan dibuka untuk umum, siapapun boleh melihat agenda sidang pembacaan putusan.
“Karena agendanya sidang putusan, jadi sidangnya terbuka untuk umum. Semua yang datang bisa melihat agenda pembacaan putusannya,” lanjutnya.
Dalam kasus ini Supar telah menjalani 10 kali persidangan, mulai dari pemeriksaan hingga hingga duplik.
Dalam sidang sebelumnya, JPU telah menuntut Imam Syafii alias Supar dengan pidana penjara selama 14 tahun.
Dalam sidang tersebut JPU juga menyampaikan tuntutan restitusi yang diajukan korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kepada terdakwa senilai Rp 247 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
Tuntutan tersebut ditanggapi terdakwa dengan meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek membebaskan segala dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Hal tersebut diungkapkan Supar dalam sidang lanjutan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi di PN Trenggalek, Selasa (11/2/2025).
“Menurut tim penasihat hukum terdakwa (Supar alias Imam Syafi’i) kalau perbuatan terdakwa tidak terbukti dakwaan penuntut umum sehingga mereka meminta agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaannya,” kata Revan, Rabu (12/2/2025).
Secara pribadi, Supar juga meminta majelis hakim untuk membebaskan dirinya dari segala dakwaan yang didalilkan JPU.
“Sehingga dari pledoi yang dibacakan oleh tim penasihat hukum maupun terdakwa secara pribadi, intinya menurut mereka dakwaan dalam perkara ini hanya berdasarkan tes DNA,” lanjutnya.
Sedangkan hasil tes DNA tersebut menurut terdakwa masih belum layak dijadikan bukti dugaan kesalahan terdakwa karena tidak didampingi oleh keterangan ahli di persidangan.
“Jadi semua saksi yang dihadirkan oleh JPU dan barang bukti, termasuk hasil tes DNA yang ada, menurut mereka tidak membuktikan adanya kesalahan terdakwa atas dugaan kasus persetubuhan seperti yang didakwakan JPU,” pungkas Revan. (mj)