TRENGGALEK – Ruang sidang DPRD Trenggalek pada Jumat (08/08/2025) anggota Komisi IV, Dasiran, dengan suara tegas menyatakan penolakannya terhadap rencana pengelolaan Kolam Renang Jwalita oleh pihak ketiga.
“Saya kurang sepakat bila Kolam Renang Jwalita itu dikelola oleh pihak ketiga.” kata Dasiran,
Dasiran menyampaikan, Kolam Renang Jwalita bukan sekadar aset daerah biasa. Fasilitas yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Trenggalek ini harus tetap berada di tangan pemerintah daerah.
“Saya lebih sepakat bila Kolam Renang Jwalita dikelola oleh Pemkab Trenggalek,” tegasnya dengan penuh keyakinan.
Lebih lanjut Dasiran menjelaskan, mengingat dalam waktu dekat akan berdiri Dinas Pemuda dan Olahraga yang seharusnya dapat mengampu pengelolaan kolam renang tersebut.
“Bukankah ini kesempatan emas untuk membuktikan bahwa pemerintah daerah mampu mengelola asetnya sendiri?” tanya Dasiran retoris.
Dilema Antara Idealisme dan Realitas Sekalipun anggota DPRD Trenggalek komisi 4 bersikukuh Kolam Renang Plat merah berharap dikelola Pemkab, namun realitas berkata lain.
Kolam Renang Tirta Jwalita yang sempat menjadi kebanggaan warga Trenggalek kini telah tutup sejak Juni 2023, semenjak ada 3 bocah yang meninggal.
Sehingga saat ini Kolam Renang Jwalita hanya meninggalkan kerinduan pada ribuan pengunjung yang dulu menikmati kesegaran airnya.
Fasilitas yang dulunya ramai dengan tawa anak-anak dan keluarga kini hanya menjadi saksi bisu dari ketidakmampuan pengelolaan sebelumnya.
Pemerintah Kabupaten Trenggalek melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan akhirnya mengambil keputusan pragmatis. Mereka memilih jalan sewa kepada investor lokal dengan nilai Rp 124 juta per tahun yang akan masuk sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Keputusan ini tidak mudah bagi kami,” ungkap Tony Widianto, Kepala Bidang Peningkatan Daya Tarik dan Destinasi Pariwisata Disparbud Trenggalek, dengan nada yang mencerminkan beratnya keputusan tersebut.
“Tapi kami harus realistis melihat kondisi keuangan dan kemampuan operasional yang ada.” kata Toni
Harapan di Balik Angka-angka Menurut Toni data menunjukkan ironi yang menyakitkan. Meski pendapatan kotor kolam renang dulu mencapai Rp 250-300 juta per tahun, biaya operasional yang tinggi membuat margin keuntungan sangat kecil.
“Angka-angka ini menjadi cermin realitas pahit bahwa mengelola fasilitas publik tidaklah semudah yang dibayangkan,” terangnya
Toni menyampaikan, kini, dengan skema sewa lima tahun berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2019, investor terpilih akan fokus pada revitalisasi di tahun pertama.
Mereka berpacu dengan waktu untuk mengembalikan fungsi kolam renang sebelum libur Natal dan Tahun Baru tiba.
Pertanyaan yang Menggantung Di balik perdebatan ini, tersimpan pertanyaan yang lebih dalam. Apakah menyerahkan pengelolaan aset daerah kepada pihak ketiga adalah bentuk pragmatisme yang bijak, ataukah pengkhianatan terhadap amanah rakyat?
Masyarakat Trenggalek kini menunggu dengan harap cemas. Mereka rindu akan hadirnya kembali kolam renang yang pernah menjadi tempat melepas penat dan membangun kenangan indah bersama keluarga.
Apapun keputusan akhirnya, satu hal yang pasti, Kolam Renang Jwalita bukan hanya soal investasi atau PAD, tetapi tentang bagaimana pemerintah memperlakukan warisan dan kebahagiaan rakyatnya. (ji/red)