TRENGGALEK – Dibalik hiruk-pikuk pembangunan daerah yang terus bergulir, Pemerintah Kabupaten Trenggalek kembali dihadapkan pada ujian besar: bagaimana memilih pemimpin yang tepat untuk memajukan rakyat, bukan untuk melanggengkan kepentingan segelintir orang.
Mulai 4 September 2025, pintu seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama dibuka lebar untuk dua posisi krusial
1. Kepala Dinas Pertanian dan Pangan s
2. Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja.
Dua kursi yang akan menentukan masa depan ketahanan pangan dan kesejahteraan buruh di bumi Minak Sopal.
Janji Transparansi yang Dinanti “Ini bukan sekadar mengisi kursi kosong,” tegas Kepala BKD Trenggalek, Heri Yulianto, dengan nada yang mencerminkan beban tanggung jawab besar di pundaknya.
Seleksi yang terbuka untuk seluruh PNS Jawa Timur ini menjadi kesempatan emas untuk merekrut talenta terbaik, jika benar-benar dijalankan dengan jujur.
Syarat-syarat yang ditetapkan terlihat ketat di atas kertas: Minimal S1/D4, pangkat III/a, maksimal 56 tahun saat dilantik, rekam jejak bersih, dan penilaian kinerja minimal baik.
Namun pertanyaan yang menggelayuti pikiran masyarakat adalah: akankah syarat-syarat ini benar-benar menjadi filter utama, ataukah akan ada “syarat tak tertulis” lainnya?
Sepuluh Kursi Kosong, Berapa Lama Rakyat Menunggu? Yang lebih mengkhawatirkan, Trenggalek masih menyisakan 10 jabatan JPT Pratama yang kosong. Sepuluh posisi strategis yang seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan, kini terbengkalai menanti “waktu yang tepat” hingga akhir 2025 atau awal 2026.
Sementara kursi-kursi kepemimpinan itu kosong, siapa yang menjawab keluhan petani yang kesulitan mendapat pupuk bersubsidi? Siapa yang memastikan program ketahanan pangan berjalan optimal? Siapa yang mengadvokasi hak-hak buruh di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat?
Suara Rakyat yang Tak Boleh Diabaikan “Kami sudah terlalu sering kecewa dengan janji-janji transparansi yang ujung-ujungnya hanya jadi slogan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kekecewaan ini bukan tanpa alasan, terlalu banyak pengalaman pahit di mana jabatan strategis diisi berdasarkan kedekatan politik, bukan kompetensi.
Masyarakat kini menuntut lebih dari sekadar proses seleksi yang “kelihatan transparan.” Mereka menginginkan keterlibatan pengawas independen, publikasi hasil yang detail, dan jaminan bahwa pejabat yang terpilih benar-benar akan berpihak pada kepentingan rakyat.
Momentum yang Tak Boleh Tersia-siakan Seleksi yang akan berlangsung hingga 1 Oktober 2025 ini sesungguhnya adalah momentum berharga. Kesempatan untuk membuktikan bahwa birokrasi Trenggalek mampu berbenah, bahwa kepentingan rakyat bisa ditempatkan di atas segala-galanya.
Dengan rekomendasi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang sudah di tangan, tidak ada lagi alasan untuk berkompromi dengan standar. Rakyat Trenggalek berhak mendapat pemimpin yang tidak hanya cakap di atas kertas, tetapi juga memiliki hati nurani untuk melayani, bukan dilayani.
Pertaruhan Masa Depan Dua kursi yang akan diisi ini bukan sekadar jabatan birokrasi. Ini adalah pertaruhan masa depan 700 ribu jiwa rakyat Trenggalek. Pertaruhan apakah sektor pertanian akan menjadi tulang punggung ekonomi yang kuat, atau tetap terpuruk dalam rutinitas tanpa inovasi. Pertaruhan apakah sektor industri dan ketenagakerjaan akan menjadi harapan baru, atau sekadar mimpi di siang bolong.
Waktu akan menjadi saksi apakah Trenggalek mampu melahirkan pemimpin sejati yang berintegritas, ataukah akan kembali terjebak dalam lingkaran setan politik kepentingan. Rakyat menunggu “tidak dengan sabar”, tetapi dengan harapan yang semakin menipis setiap kali janji transparansi dikhianati.
Mata rakyat Trenggalek terpaku pada setiap langkah panitia seleksi. Kali ini, tidak boleh ada yang salah. (ji/red)