TRENGGALEK, INDONESIATODAYS–Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), angkat bicara soal seminar daring berbayar bagi guru di Trenggalek. Organisasi profesi ini menegaskan, mereka tidak ikut campur soal pungutan biaya Rp 200 ribu yang panitia patok dalam kegiatan tersebut.
Seperti diketahui, seminar daring bertajuk Amazing Great Teacher (Guru yang Sangat Hebat) yang berlangsung pada 24-25 Juni 2025 dengan tarif Rp 200 ribu per peserta. Kegiatan tersebut diikuti lebih dari 3.000 guru se-Trenggalek dan berlangsung melalui Zoom Meeting. Dinas Dikpora Trenggalek menyebut biaya tersebut digunakan untuk menghadirkan narasumber dari pusat.
Ketua PGRI Trenggalek, Munib, menyatakan pihaknya mendukung kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, soal teknis pelaksanaan, termasuk biaya, PGRI tidak pernah menekan apalagi mewajibkan guru untuk ikut.
“PGRI sebagai organisasi profesi tentu sangat mendukung kegiatan peningkatan mutu guru. Tapi soal biaya seminar, itu sepenuhnya urusan panitia dan peserta. Kami tidak pernah ikut campur,” tegas Munib.
Menurutnya, seminar semacam itu sebenarnya hal biasa dalam dunia pendidikan. Terlebih, guru memang dituntut untuk terus mengembangkan kompetensi profesional. Ia menyebut, dalam ketentuan pemberian Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) pun, ada anjuran agar guru menyisihkan 10 persen untuk peningkatan kapasitas diri.
“Workshop kemarin itu kan salah satunya untuk mengajak guru-guru yang sudah sertifikasi, agar tetap mengembangkan diri. Karena itu bagian penting dalam menjaga kualitas pendidikan di Trenggalek,” imbuhnya.
Namun, Munib menegaskan, seminar untuk guru sebenarnya bisa guru akses secara gratis, terutama yang pemerintah pusat gelar lewat Kementerian Pendidikan. Di sisi lain, seminar berbayar juga banyak pihak tawarkan secara mandiri, dan itu sepenuhnya pilihan peserta.
“Kalau soal seminar, selama ini banyak kok yang gratis. Apalagi dari Kemendikbud, dengan model-model pembelajaran terbaru juga banyak. Tapi kalau yang kemarin itu, PGRI tidak ikut terlibat dalam penyelenggaraannya,” katanya.
Terkait pentingnya sertifikat seminar 32 jam yang panitia bagikan dalam kegiatan itu, Munib menyebut sertifikat tetap menjadi salah satu syarat penunjang kenaikan pangkat guru. Meskipun begitu, tidak ada aturan resmi yang mengharuskan seminar dilakukan oleh pihak atau narasumber tertentu.
“Siapa pun penyelenggaranya, itu bebas saja. Tidak ada ketentuan dari mana harusnya. Selama sertifikat itu sah dan diakui, ya bisa digunakan untuk penunjang angka kredit,” tambahnya.
Untuk informasi tambahan, kegiatan seminar daring berbayar ini ramai disoroti berbagai kalangan. Sebagian guru mengeluhkan biaya yang mereka anggap memberatkan. Meskipun begitu, tak ada satupun guru yang berani protes secara terbuka. Di sisi lain, , Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Trenggalek juga mencium adanya dugaan potensi pungli dalam kegiatan ini. GMNI juga mendesak agar dinas pendidikan setempat segera mengambil sikap.