INDONESIATODAYS – Adab lebih tinggi dari ilmu adalah sebuah ungkapan yang berasal dari pepatah Arab ‘Al adab fauqal ilmi’. Ungkapan yang memiliki makna mendalam ini telah menjadi pegangan dalam kehidupan setiap muslim.
Pepatah tersebut menekankan pentingnya akhlak dan etika di atas penguasaan ilmu pengetahuan semata. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut penjelasan mengenai pepatah Arab adab lebih tinggi dari ilmu.
Pengertian adab dan ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adab adalah akhlak, etika, tata krama, dan perilaku yang baik. Adab mencakup cara seseorang bersikap, bertutur kata, dan berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya.
Sementara ilmu adalah mengacu pada pengetahuan, wawasan, dan pemahaman tentang berbagai bidang kehidupan.
Dalam konteks Islam, adab dan ilmu adalah dua konsep yang sangat penting dan harus saling melengkapi.
Kenapa adab lebih tinggi dari ilmu?
Ungkapan Al adab fauqol ilmi atau adab lebih tinggi dari ilmu bukan bermaksud meremehkan ilmu, melainkan menekankan bahwa penguasaan ilmu tanpa diimbangi adab yang baik tidaklah sempurna.
Ilmu memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam. Akan tetapi, seseorang yang berilmu tinggi tanpa memiliki adab yang baik justru dapat membawa dirinya pada kerusakan.
Ilmu tanpa adab dapat disalahgunakan bahkan tidak memberikan kemaslahatan. Dengan adab, ilmu menjadi sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah serta memberikan manfaat bagi sesama.
Dilansir dari laman NU, Hadlratussyekh KH Muhammad Hasyim Asy’ari mengutip pendapat para ulama, bahwa adab merupakan hasil akhir dari rangkaian tauhid, iman, dan syariat.
Ketiganya tidak dapat dipisahkan dalam melahirkan adab. Sehingga orang yang memiliki adab hampir dapat dipastikan memiliki kemampuan menjalankan syariat, keimanan, dan ketauhidan secara benar. Hadlarutssyekh mengungkapkan:
وَقَالَ بَعْضُهُمْ : التَّوْحِيْدُ يُوْجِبُ الْإِيْمَانَ، فَمَنْ لَا إِيْمَانَ لَهُ فَلَا تَوْحِيْدَ لَهُ. وَالْإِيْمَانُ يُوْجِبُ الشَّرِيْعَةَ، فَمَنْ لَا شَرِيْعَةَ لَهُ فَلَا إِيْمَانَ لَهُ وَلَا تَوْحِيْدَ لَهُ. وَالشَّرِيْعَةُ تُوْجِبُ الْأَدَبَ، فَمَنْ لَا أَدَبَ لَهُ فَلَا شَرِيْعَةَ لَهُ وَلَا إِيْمَانَ لَهُ وَلَا تَوْحِيْدَ لَهُ
Artinya: “Dan sebagian ulama berkata: “Tauhid pasti (melahirkan) iman. Barang siapa yang tidak memiliki iman, maka dia tidak memiliki tauhid. Iman pasti (melahirkan) syariat. Maka barangsiapa yang tidak memiliki syariat, maka dia tidak memiliki iman dan tauhid. Syariat pasti (melahirkan) adab. Barang siapa tidak memiliki adab, maka dia tidak memiliki syariat, iman, dan tauhid. (KH Muhammad Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, [Jakarta, Maktabah At-Turmusy Litturats: 2021], halaman 22).
Sementara itu, dirangkum dari buku Antologi Hadits Tarbawi, Ibnu Al-Mubarak ra juga menyatakan:
“Mempunyai abad (kebaikan budi pekerti) meskipun sedikit adalah lebih kami butuhkan daripada (memiliki) banyak ilmu pengetahuan.”
Tak hanya itu, Islam juga mengajarkan pentingnya keseimbangan antara adab dan ilmu bahkan Nabi Muhammad Saw sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Ini menunjukkan betapa pentingnya adab dalam ajaran Islam.
Dampak ilmu tanpa adab
Apabila seseorang yang tinggi ilmu pengetahuannya tapi tidak memiliki adab, hal ini bisa membawa sejumlah permasalahan.
Berikut dampak ilmu tanpa adab:
Kesombongan dan keangkuhan
Penyalahgunaan ilmu untuk tujuan yang merugikan orang lain
Kurangnya empati dan kepekaan sosial
Konflik dan perselisihan akibat cara penyampaian yang tidak tepat
Pepatah di atas mengingatkan kita akan pentingnya menyeimbangkan pengetahuan dengan akhlak dan etika. Dalam mengejar ilmu, jangan sampai kita mengabaikan pembentukan karakter dan adab yang baik.
Dengan memahami dan menerapkan pepatah ‘adab lebih tinggi dari ilmu’, kita dapat menjadi individu yang tidak hanya berilmu tapi juga beradab, sehingga mampu memberi manfaat maksimal bagi diri sendiri dan masyarakat. (Indonesiatodays)