Tradisi Buwuh Masih Melegenda di Bumi Minaksopal

Trenggalek, indonesiatodays.net – Mbecek, merupakan tradisi khas daerah di beberapa Kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Salah satunya di Kabupaten Trenggalek. Mbecek sendiri merupakan kegiatan memberikan sejumlah uang atau bahan makanan pokok kepada orang yang sedang punya hajat. Tradisi mbecek di beberapa daerah memiliki cara penyebutan yang berbeda-beda, yang umum lagi adalah buwuh.

“Tidak semua hajatan itu becekan, tapi biasanya yang menggelar becekan ini acara pernikahan,” kata Sanik (40) warga Karangrejo, Kampak, Trenggalek yang ditemui awak media di lokasi hajatan, Kamis 11/5/2023.

Mbecek juga merupakan bentuk dari perwujudan menjalin hubungan silaturahmi terlepas dari menghadiri undangan dalam acara hajatan atau pesta.

“Budaya dalam becek,an biasanya mengenakan baju yang pantas dan mempersiapkan amplop diisi dengan sejumlah uang,” ujar Sanik yang didampingi suaminya, Rozali (44).

Jika suami hanya membawa amplop, menurut Sanik kebiasaan warga mayoritas di Kabupaten Trenggalek membawa ember atau tas yang di isi dengan bahan makanan.

“Beras, ditumpangi minyak atau gula,” ucapnya.

Agar tidak tertukar, ember atau tas harus diberi tulisan nama pemiliknya.

“Karena kalau pulang umumnya di isi berkat,” ungkapnya.

Lebih jauh Sanik menjelaskan, yang harus dilakukan bapak selaku kepala keluarga adalah mengisi amplop dengan sejumlah uang di dalamnya sebagai uang sumbangan. Kemudian ibu bertugas menyiapkan Tas yang sudah diberi nama pemilik dan dusun tempat tinggal sebagai identitas tas tersebut yang berisi sembako.

Karena tas itu nanti akan menjadi wadah sumbangan dalam bentuk barang yang biasanya berisi beras, gula,dll. Setelah semua lengkap bapak dan ibu sarimbit (berpasangan) siap berangkat mbecek (nyumbang).

Sanik mengisahkan, beberapa puluh tahun lalu tradisi mbecek ini identik dengan daun jati untuk membuang nasi.

“Dulu dibungkus daun jati, lauknya srawut kates (pepaya), srondeng dan daging. Sekarang pakai kertas lauknya mie dan sambal goreng,” imbuhnya.

Masih menurut Saniki, berkat dari hajatan di masa lalu selalu ditawarkan pada orang yang ditemui.

“Sekarang kalau ditawari justru tidak mau dengan alasan di rumah masih banyak makanan. Lain dengan dulu, kita harus bagikan ke orang lain dan selalu diterima karena memang banyak yang kekurangan makanan,” terangnya.

Meski sudah berbeda cara, setidaknya mbecek merupakan tradisi yang diakui banyak yang berniat pamrih. “Istilahnya gantian, tapi bukan arisan. Nanti kalau kita ganti punya gawe ya yang kita dibeceki diundang,” pungkasnya. (jat)

Penulis: MujiatEditor: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *